
Resensi Novel Baine
Karya : Sri Nur Aminah
Oleh : Endang Supriyati, IRo Society kota Pekalongan
: GURU MENGAJI dan KEARIFAN LOKAL
Novel ini berlatar belakang Kampung Duri di pegunungan karts Bantimurung—Bulusaraung di Sulawesi Selatan. Yang sangat terkenal panorama indahnya pegunungan kapur, serta lembah hijau berisi flora dan fauna endemik khas Celebes. Bertinggal sebuah keluarga petani yang akrab disapa pak Muje atau Mujetahid yang dikaruniai empat orang anak, yaitu si sulung Irma, Rahman satu-satunya anak lelaki, Jamila dan si bungsu Aishah.Isterinya bernama Saodah tetapi lebih dikenal Amma’ atau ibu. Pak Muje bertani dengan menggarap sebidang tanah yang ditanami aneka sayuran, jagung dan kacang-kacangan.
Rutinitas harian pak Muje adalah mengajar anaknya membaca Al Qur’an selepas shalat Magribh. Sebelummulai seringkali pak Muje memberikan nasehat kepada anak-anaknya tentang bagaimana memaknai kehidupan. Juga menanyakan kepada anak—anaknya apa yang menjadi cita—cita mereka kalau dewasa nanti. Walaupun seringkali cita-cita mereka bergonta ganti, tetapi pak Muje menyikapi dengan tersenyum karena yakin bahwa hati anak-anakmasih polos, sehingga cita-cita selalu berubah.
Dari keempat anaknya misalnya, Irma menyampaikan bahwa kalau dewasa nanti dia tidak ingin hidup dikampung, ingin menjadi orang kaya, mempunyai rumah besar yang ada otonya (mobil) Kemudian Jamila anak nomor tiga menyampaikan, kalau dia bekerja nanti maka uangnya akan digunakan untuk membeli bedak dan parfum, untuk makan akan minta bapak dan Amma’. Karena Jamila punya keyakinan kalau ayahnya diundang mengaji ditempat orang punya hajat maka, bawaan dan uang yang diterima banyak.Beda dengan Rahman satu-satunya anak lelaki yang mengatakan kalau dewasa nanti dia akan bekerja yang halal untuk membahagiakan orangtuanya. Jawaban ini yang membuat hati pak Muje tersayat dan merasa haru biru dengan jawaban Rahman. Dalam hati pak Muje yakin bahwa Rahman akan menjadi penggantinya ketika pak Muje tiada.
Sebagai guru mengaji dan imam masjid tugas pak Muje sangat berat, karena warga kampung Duri, masih sangat mempercayai ritual adat yang sangat kental. Masih mempercayai kekuatan magis sebuah pohon asem tua dikaki gunung diujung kampung Duri. Jika ada warga yang akan mempunyai hajat maka harus meminta restu kepohon asem tua tersebut, harus meminta restu kepenunggu pohon. Karena nuansa adat yang sangat kental, maka ajaran agama Islam berdasarkan sunah Rosulullah SAW sangat sulit diterapkan dikampung Duri.
Kehidupan seseorang satu dengan yang lain tidak sama, demikian juga akan datangnya ajal. Seperti apa yang menimpa keluarga pak Muje, sepulang melaksanakan shalat Magribh merasakan rasa nyeri didada sebelah kiri, sebenarnya rasa itu sudah terasa dua hari yang lalu. Yang akhirnya pak Muje terduduk lemas dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Pak Muje telah tiada dan realitas saatini Amma’ harus menghidupi empat anaknya tanpa tinggalan harta benda.
II: NASIB NAAS SANG PENCARI REJEKI
Kawasan Bantimurung Bulusaraung merupakan karst pegunungan yang sangat subur tempat tumbuhnya kayu hight quality, kayu hitam, kayu jati dan meranti. Tanaman endemik lain yang dapat ditemui adalah kayu pulai, dahu, bayur dan bitti. Kayu hitam sangat mahal harganya, tetapi kualitasnya sangat bagus sehingga sangat cocok sebagai bahan pembuat furniture. Walau dipasaran harganya sangat mahal, tetapi kayu hitam menjadi incaran orang sebagai bahan baku rumah panggung karena tahan rayap dan jamur.
Masuk kehutan mencari kayu bakar, kemiri dan madu dorsata menjadi pekerjaan sampingan warga kampung Duri termasuk Rahman anak pak Muje. Setelah menggarap lahan peninggalan bapaknya yang tidak seberapa, Rahman masuk hutan memungut kemiri dan madu dorsata untuk disetorkepada pengepul agar mendapatkan sedikit tambahan penghasilan. Sepeninggal pak Muje, Amma’ seakan tidak ada semangat untuk melanjutkan hidupnya, setiap saat terlihat murung, kehilangan senyum kesehatannya semakin menurun. Anak lelaki satu—satunya sebagai tumpuhan keluarga pengganti ayahnya belum dapat pekerjaan yang mapan. Hingga suatu siang datang tawaran pekerjaan kepada Rahman, untuk bekerja diperusahaan pengolahan kayu di Maros. Seijin Amma’ Rahman menerima pekerjaan yang ditawarkan Ustadz Ibrahim.
Adalah Ramlah pengagum rahasia anak lelaki sang Guru ngaji. Masih berusaha bagaimana caranya dapat melakukan pendekatan kepada Rahman. Momen istimewa yang selalu ditunggu Ramlah adalah pada saat Rahman berangkat bekerja lewat depan rumahnya, Ramlah selalu menunggu dibalik gorden untuk memandang pujaan hatinya. Karena menurut adat Bugis Makasar tabu bagi anak gadis mengunjungi rumah lelaki. Kesempatan berkunjung kerumah Rahman diperoleh Ramlah dengan dalih ingin belajar membuat kue tradisional kepada Amma’. Kesempatan itu diperoleh karena Amma’ mempersilakan Ramlah untuk belajar kepadanya. Ramlah adalah sosok yang sangat pelit menurut Ipah adiknya, rela memberikan labu kuning kepada Amma’, Ipah sangat terkejut. Momen untuk dapat berdekatan dengan Rahman sangat menjadi harapan Ramlah, sehingga apapun akan dia lakukan. Sehingga akhirnya Rahmanpun luluh menanggapi Ramlah karena melihat sisi baik Ramlah kepada Amma’ dan Aishah, walau Irma sangat membecinya.
Hungga suatu saat Rahman mengalami kecelakaan dan kaki kirinya harus diamputasi. Luluh lantak rasa hati Amma’ dan juga Rahman, ditambah lagi Irma anak sulung Amma’ tidak mau membantu biaya pengobatan Rahman, dengan alasan gajinya tidak seberapa masih sebagai tenaga kontrak dikantornya. Demikian pula Ramlah pelan pelan dia mulai menghindari Rahman, dia tidak mau bersanding dengan orang yang dianggapnya cacat. Ramlah berpikir kalau dia menikah dengan Rahman maka hartanya akan habis untuk biaya perawatan Rahman. Ramlah juga berpikir akan menjadi tulangpunggung untuk menghidupi keluarga Rahman, maka dia mulai menyingkir dari kehidupan Rahman. Sementara Rahmanpun semakin terpuruk ketika pak Mandor datang kerumah membawa surat dari perusahaan tempatnya bekerja menyerahkan surat pemutusan kerja secara sepihak, karena perusahaan tidak mau mempekerjakan seorang difabel.
III :BERSETERU GEGARA JODOH
Irma bersama dua navigatornya Ahmad dan Imran berburu kupu-kupu helena, ternyata tidak semudah bayangan Irma untuk mengorek keberadaan kupu-kupu helena kepada du bocil dari Cellak. Karena kupu-kupu harganya cukup mahal jika dibeli oleh wisatawan asing, sehingga Ahmad merahasiakan keberadaan kupu-kupu tersebut. Walau kadang Imran adiknya sering keceplosan terkait kupu-kupu tersebut. Sehingga Imran diancam oleh Ahmad kakanya jika berbicara tentang kupu-kupu helena yang menjadi buruan Irma.Kupu-kupu helena akan banyak ditemukan dimusim penghujan dekat bendungan Sungai Mahaka, tetapi Ahmad tidak memberitahukan tempatnya secara pasti. Karena kupu-kupu tangkapan mereka akan menjadi ornamen yang sangat indah dan dapat dijual kepada pengunjung air terjun di Bantimurung. Karena Imran sering keceplosan maka Ahmad mengajaknyapulang denga alasan waktu sudah hampir Magribh.
Cara membunuh kupu-kupu tangkapan ereka sangat sadist, yaitu dengan cara dimasukkan kedalam botol yang berisi cairan etil asetat. Kalau Ahmad membunuhnya dengan cara tradisional, yaitu memencet dada kupu-kupu sampai berbunyi cekrek, maka kupu-kupu itu sudah mati. Ternyata perdagangan kupu-kupu itu menyebabkan seseorang dapat menggunakan gelar haji, dapat membuat rumah besar, membeli mobil, bahkan dapat menguliahkan anaknya keluar daerah. Sehingga kupu-kupu di Bantimurung semakin drastis populasinya, bahkan ada kupu—kupu jenis tertentu yang sudah punah, sehingga tidak ada lagi cadangan genetiknya.
Tugas Irma sebagai relawan pemerhati alam sering meninggalkan rumahnya di Kampung Duri. Tapi Irma yakin tugas yang melelahkan itu dapat menjadi batu loncatan meraih impiannya. Hingga suatu hari kantor Irma menerima kunjungan tamu dari luar negeri, tepatnya dari Queenslan Australia, yang mengantarkan Irma dapat berkenalan dengan Mr. Bob Cornor yang menyukai fotographi. Mr. Bob berkunjung ke Sulawesi Selatan mengikuti sahabatnya sang peneliti kupu-kupu. Sangat beruntung Irma ditugasi menemani tamu dari Queenslan Australia, yang semakin mendekatkan dengan Mr. Bob. Pada saat akan pulang ke Brisbane, Mr. Bob meminta Irma menemani di Bandara sebelum terbang serta menyampaikan perasaannya dan berjanji suatu saat akan kembali untuk Irma.
Ketika pulang kerumah Irma menyampaikan kepada Amma dan kakaknya Rahman bahwa dia akan menikah dengan bule Australia. Kata Amma, orang Bugis Makasar punya tatakrama, seharusnya dia datang berkenalan dulu baru melamar. Karena Irma sudah gelap mata, justru dia mengatakan hanya minta doa restu dan akan menikah di Jakarta, tetapi tidak ada biaya membawa keluarganya ke Jakarta, sehingga cukup dia sendiri berangkat ke Jakarta. Sementara Mr. Bob menyampaikan keinginannya untuk menemui orangtua Irma, tetapi dengan berbagai macam alasan yang dibuat buat, pertemuan itu tidak terjadi. Keinginan Irma hanya secepatnya menikah dan keluar dari Kampung Duri meninggalkan kemiskinan yang dialaminya, tanpa mempedulikan nasehat Amma ataupun Rahman adiknya juga tidak peduli dengan kedua adik perempuannya Jamila dan Aishah.
Karena kecelakaan yang menimpa Rahman dan Irma yang meninggalkan rumah menyebabkan kondisi Amma semakin terpuruk dengan segala penyakit yang dideritanya. Sehingga Ustadz Ibrahim tidak tega dan membawa Amma kerumah sakit. Setelah melalui proses pemeriksaan dirumah sakit, ternyata Amma menderita kanker paru—paru stadium lanjut dan juga penyakit diabetus miletus. Ustadz Ibrahim merasa luluh lantak serta penuh kebingungan bagaumana cara memberitahu Amma tentang penyakitnya.
IV. MINGGAT
Jamila adalah anak Amma nomor tiga Yang keras kepala, wataknya pemarah, lidahnya tajam dan selalu ingi menang sendiri. Teman-temannya mulai menghindar, tetapi Jamila tidak merasa bahwa perilakunya membuat temannya tidak nyaman. Pada saat membantu orangtuanyapun, setengah hati seperti tidak iklas melakukannya. Sementara Amma, sepeninggal pak Muje suaminya harus bekerja lebih ekstra untuk menghidupi keempat anaknya. Sebagai pembuat kue tradisional untuk menghemat pengeluaran kalau mempekerjakan orang maka, Amma memberdayakan Jamila dan Aishah untuk menjajakan kue buatannya. Tetapi Jamila sering mengutip uang setoran yang mestinya disetor ke Amma, berbeda dengan Aishah si bungsu yang mengerti kondisi orangtuanya. Jamila seringkali berbuat curang dengan hasilpenjualan kuenya, tetapi Amma adalah orang yang selalu positip thinking, dengan alasan yang disampaikan Jamila.
Suatu siang yang terik di pos ronda tempat mangkal Jamila menjajakan kue buatan Amma, Jamila dihampiri perempuan berkaca mata hitam dengan baju yang bagus. Jamila terpukau dengan penampakkan itu. Ternyata dia adalah Wiwik teman SD Jamila, yang membuat Jamila semakin kagum karena dandanannya oke, parfumnya wangi, dan rambutnya berwarna karena melepas jilbabnya. Dengan propaganda yang menggiurkan Wiwik mulai memprovokasi Jamila, untuk mau ikut bekerja dengannya di Makasar, yang penghasilannya besar, sehingga dapat berpakaian yang mewah dan wangi. Akal sehat Jamila mulai goyah mendengar rayuan maut Wiwik untuk bekerja menjadi pramusaji di Makasar demi meningkatkan taraf hidupnya.
Saat hari pasar di Kampung Duri, Jamila bertemu tante Tina yang diceritakan Wiwik sebagai bossnya, berpakaian mewah dengan perhiasan yang bagus tetapi dandanannya juga menor. Seperti selebrity masuk pasar dan semua orang mendekat, bangga dapat berdekatan dengan orang sukses dari Makasar. Tidak ketinggalan Jamila pun mendekat dan memperkenalkan diri sebagai teman Wiwik yang ingin ikut bekerja di Makasar. Tante Tina menyampaikan kalau mau ikut bekerja dengannya maka secepatnya harus minta ijin orang tuanya dan bersedia melepas jilbab yang dipakai, karena esok hari tante Tina akan segera pulang ke Makasar. Tante Tina juga mencuci otak Jamila, kalau dia mau melepas jilbab dan bekerja dengannya maka taraf kehidupannya akan menjadi lebih baik, tidak miskin seperti saat ini.
Badan Jamila bergetar, batinnya mendua mengingat pesan pak Muje ayahnya almarhum, bahwa perempuan itu harus menutup auratnya, tetapi kehidupan dikota lebih menjanjikan. Akal sehat Jamila yang sudah goyah semakin oleng, dia bertekad akan meminta ijin Amma untuk bekerja di Makasar demi kehidupan yang lebih baik. Apapun yang terjadi dia akan nekad mengikuti tante Tina, bekerja sebagai pramusaji di Makasar. Tidak peduli dengan nasehat Amma dan kakaknya Rahman, dia kekeuh akan berangkat ke Makasar. Nasehat Amma dan Rahman kakaknya sama sekali tidak menggoyahkan keinginan Jamila, justru dia berpendapat bahwa orangtua dan kakaknya tidak mendukung usahanya untuk memperbaiki hidupnya.
Disisi lain tante Tina dengan senyum liciknya mulai menghitung berapa pendapatan yang akan dihasilkan jika dia mampu merekrut gadis muda dikiosnya. Tawanya semakin lebar karena sudah terbayang pundi—pundi uang yang akan diperolehnya dengan mempekerjakan gadis muda dikiosnya. Esok hari Jamila minggat dari rumah tanpa mempdulikan rintihan Amma ataupun teriakan saudaranya, dia sudah terbawa pete-pete bersama rombongan gadis muda yang lain untuk dibawa ke Makasar oleh tante Tina. Semua melepas jilbab yang dipakainya, sudah tidak mengingat lagi apa yang yang pernah dinasehatkan pak Muje almarhum bapaknya.
V : BAGAIKAN RUSA MASUK KOTA
Lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya,pepatah ini pas digunakan untuk menggambarkan perbedaan kehidupan seseorang. Kehidupan dua bersaudara perempuan anak Amma, Irma dan Jamila, Irma bersuamikan bule yang bertinggal di Jakarta dan Jamila yang akan mengadu nasib ke Makasar, kesamaannya keduanya tidak mau mendengarkan nasehat Amma. Jamila yang saat ini berada dalam pete—pete yang akan membawanya ke Makasar, matanya liar menatap pemandangan yang ada dikanan kiri jalan yang dilewati, terkadang juga menjulurkan kepalanya dari jendela pete-pete. Sama sekali tidak berpikir banwa itu akan membahayakan dirinya juga orang lain.
Apalagi saat ada burung besi melintas diatas pete-pete yang secara kebetulan berjalan lambat karena jalanan mulai macet ketika sudah memasuki kota Makasar. Melihat tingkah Jamila tante tina maupun sesama kawan yang berada dalam pete-pete merasa gerah. Ketika pete—pete terlepas dari kemacetan Jamila merasa plong bangga, merasa impiannya menginjakkan kaki dikota Makasar akan segera terwujud. Merasa nyaman terlepas dari rumah panggung yang sempit serta tekanan ekonomi yang menghimpit. Walaupun sebenarnya dosa besar yang dia lakukan meninggalkan rumah karena melanggar larangan orangtuanya yaitu Amma.
Karena terlena merajut mimpi indahnya Jamila tidak setelah mengucapkan sayonara kepada kemiskinan di Kampung Duri, Jamila tidak menyadari kalau sudah sampai tujuan dan pete—pete sudah berhenti dan semua penumpang sudah turun, kecuali dirinya. Setelah mendapat bentakan dari Tante Tina, baru dia sadar dan turun dari pete—pete. Sifat lemah lembut tanta Tina ketika merayu gadis muda di Kampung Duri sirna sudah tinggal sifat bengisnya yang muncul menghadapi gadis gadis muda yang dibawa. Tante Tina memanggil nama gadis muda yang dibawa dari kampung berdasarkan catatan yang ada ditangannya.
Jamila baru menyadari kalau Wiwik teman kecilnya tidak terlihat diantara mereka, ketika ditanyakan kepada Tante Tina, jawabannya adalah Wiwik sudah turun duluan karena ada yang booking. Ketika ingin mendapatkan penjelasan dari Tante Tina justru bentakan yang diterima Jamila. Kemudian mereka semua dibawa masuk kekamar masing-masing, kemudian diperintah untuk mandi dan berganti baju untuk segera bekerja. Karena mereka dibawa ke Makasar untuk bekerja dikios Tante Tina. Tidak ada yang boleh membantah apa yang diperintahkan, dan mereka harus melayani tamu—tamu Tante Tina.
Ternyata pekerjaan yang harus Jamila kerjakan jauh diluar nalarnya tidak pernah terpikir dalam otaknya kalau dia harus melayani laki-laki hidung belang tamu Tante Tina. Yang rela menghamburkan uangnya, tetapi semua uang itu yang menerima tante Tina, karena Jamila hanya pekerja. Jika menolak maka yang akan diperoleh adalah cacian, tamparan dan siksaan phisik dari Tante Tina. Dalam hati timbul penyesalan yang luar biasa, karena dia telah durhaka kepada Amma ibunya maka azab yang dikirim Allah. Ketika sakit demampun Jamila harus tetap bekerja untuk Tante Tina, karena untuk membawa Jamila dari Kampung Duri berbiaya besar apapun kondisinya maka Jamila harus bekerja untuk Tante Tina.
Dalam kondisi terpuruk Jamila baru mengingat betapa perhatian Amma kepada ank—anaknya. Rasa menyeruak dihati Jamila karena seringkali melukai hati Amma. Memori masa kecil dalam kemiskinan menari dibenaknya, kemiskinan yang dialami sehingga setiap dibully kawan-kawannya. Karena kondisinya sehingga dia hanya mampu mendengarkan cerita kawan-kawannya tentang enaknya jajanan dikantin sekolah. Jamila merasa dia bekerja melayani llelaki hidung belang tetapi semua uangnya diambil tante Tina, ketika bertemu Wiwik dia mengeluh dan Wiwik memberikan saran kalau mau dapat uang banyak maka harus bekerja keras seperti dirinya, Akhirnya Jamila ambil keputusan apapun yang terjadi dia akan bertahan dan berharap ada lelaki baik yang akan membawanya keluar dari sarang tante Tina.
VI : PULANG
Sibungsu Aisha sangat gelisah karena kondisi kesehatan Amma tidak stabil, suara nyaring batuknya disertai percikan darah, membuat Aisha semakin miris.Karena keterbatasan kondisi keuangan akhirnya Amma hanya dirawat dirumah dengan pengobatan seadanya. Diperparah lagi dengan minggatnya dua anak perempuan Amma, Irma dan Jamila. Aisha tidak tahu bagaimana caranya agar dapat menemukan kakaknya agar mau pulang menuntaskan rindu Amma. Hari itu perasaan Aisha kacau, bingung tetapi tidak mengetahui apa penyebabnya.
Hatinya merasa plong ketika mencium wangi udara dinihari. Diterangi temaramnya lampu dapur terlihat kupu—kupu besar masuk lewat jendela berwarna coklat loreng. Serangga cantik itu langsung berputar-putar diruang tamu. Filosofi orang Bugis Makasar kalau ada kupu—kupu masuk rumah pertanda akan datangnya tamu. Jika pertanda itu benar siapa yang akan datang pikir Aisha, Irma atau Jamila atau bahkan keduanya. Ternyata yang ditemukan meringkukndidepan pintu adalah Jamila dengan kondisi yang memilukan. Tatapan tajam Rahman kepada Jamila yang meringkuk dalam pelukan Aisha membuatnya emosi, sehingga Rahman memaki-maki. Kemarahan Rahman tidak terbendung, karena feelingnya mengatakan sudah terjadi sesuatu kepada adiknya.
Kepulangan Jamila menggegerkan seisi kampung, semua orang menunggu Rahman mengeksekusi adiknya yang minggat dari rumah. Masyarakat Bugis Makasar sangat menjunjung tinggi keperawanan seorang perempuan. Dalam adat Bugis Makasar jika seorang perempuan minggat dari rumahnya pasti urusan cinta, bahkan akal sehatpun sudah tidak berguna. Melihat penampilan Jamila Rahman kesal luar biasa, karena penampilan sangat menjijikkan rambut dicat berwarna, baju yang dipakai tidak pantas serta jilbabpun sudah dilepasnya. Perempuan yang minggat dari rumah, jika memilih kembali kerumah dapat dipastikan sudah tidak ada pelarian lagi, walau konekuensi dibunuh oleh kakak laki—lakinya.
Adat Bugis Makasar sangat keras, untuk perempuan yang sudah berani minggat dari rumah akan menimbulkan siri’(malu) luar biasa. Perempuan yang minggat akan dicap sebagai makkunrai mappakasiri—siri (perempuan yang membuat malu). Sehungga tidak ada keluarga yang mau menikahkan anaknya dengan keluarga yang mempunyai bibit kelam. Sementara yang mempunyai anak perempuan minggat lebih senang menerima jenazah yang bersangkutan dari pada harus menanggung malu. Rahman berdiri tegak dengan mengepit batang kayu penyangga kakinya dan ditangan kanan sebilah kelewang dipegangnya. Hati Amma dan Aisha berdegub kencang menyaksikan Rahman dan Jamila yang bersimpuh dilantai
Ustadz Ibrahim hanya mampu geleng—geleng kepala saat menyaksikan gadis muda yang bersimpuh dikaki ibunya. Hati kecilnya berkata telah terjadi sesuatu yang luar biasa menimpa putri mendiang sahabatnya. Kemudian Ustadz Ibrahim, meminta Aisha untuk membawa Jamila kekamarnya, setelah itu sekalian bawa Amma. Kemudian tolong ambilkan saya segelas air. Aisha melaksanakan apa yang diperintahkan Ustadz Ibrahim, kemudian kembali kekamar melihat Amma. Ternyata apa yang sangat dikhawatirkan Rahman, benar-benar menimpa Jamila, dia hamil diluar nikah, tetapi tidak mau jujur siapa yang menghamilinya. Kecurigaan Rahman terbukti karena melihat tingkah laku Jamila yang aneh sejak pulang kerumah. Hal ini yang sangat ditakutkan oleh Rahman, menimpa keluarganya.