Oleh: Endang Supriyati, Santri IRo Pekalongan.

Sinar Mentari Pagi

Hari Sabtu, 12 Oktober 2024 saya bersama suami pulang kamoung ke Blondo desa pinggir Kali Elo dikarenakan ada kabar seorang famili berpulang, sekaligus silaturahmi dengan adik-adik yang masih bertinggal di Blondo. Bali ndesa rasanya ayem, tentrem kehidupan didesa yang damai, kembali kerumah masa kecil yang penuh kenangan. Berbagai macam kenangan, indah ya..masa–masa susah kala itu ya, dirumah itu kami dibesarkan dan dididik bersam oleh kedua orangtua. Kami bertinggal didesa tetapi akses keluar daerah untuk memenuhi segala macam keperluan cukup mudah. Jalan raya Yogya — Magelang hanya berjarak 200 m dari rumah, jika menaik kendaraan umum turun dipertiggaan Kalpataru, jalan kaki sekitar 5 menit sudah sampai depan rumah. Jika ingin ke Borobudur 12km dari rumah, tetapi jika Rafting di Kali Elo tinggal jalan kaki menuju basecamp.

Rumah peninggalan orangtua masih terawat dengan baik, karena satu diantara kami putra putri almarhum ada yang bertinggal. Dirumah ini masih kaya akan oksigen gratis, karena disekitar rumah masih banyak pepohonan yang dirawat dengan baik. Dapat dikatakan bahwa dirumah ini merupakan satu-satunya rumah yang paling rimbun, hijau pepohonan terawat dengan baik. Dirumah tetangga rata-rata semua lahan sudah dipaving, disemen hampir tidak ada lahan terbuka, ibarat tanah sudah tidak dapat bernafas lega. Ada seorang teman pernah menyampaikan, jika kita tidak mau menanam pohon artinya kita punya hutang oksigen kepada tetangga yang mempunyai banyak tanaman. Alhamdulillah dirumah ini, berbagai macam tanaman tumbuh subur, ada tanaman yang menghasilkan buah, juga ada tanaman keras walau hanya dua batang pohon jati. Berbagai macam tanaman hias, bunga juga tumbuh subur, mereka saling hidup berdampingan. Disetiap pohon yang keras, pohon Rambutan, pohon Jambu, pohon Sawo Manila ditempel bunga Anggrek. Pohon-pohon tersebut tetap berbuah, dan Anggrek juga menghadiahkan bunga yang indah.

Anggrek Dendrobium Aphyllium

Halaman disekitar rumah masih ada lahan/tanah terbuka sehingga kalau turun hujan air akan segera meresap ketanah. Hanya carport saja yang dipaving, itupun tidak rapat hanya tempat berpijak roda kendaraan, suasana desa sangat terasa. Rumah peninggalan orangtua ini masih menyisakan lahan terbuka walau tidak luas, sedikit halaman depan, samping kanan ada lahan terbuka maupun samping kiri. Kemudian dibelakang rumah lahan disiapkan untuk kandang ayam dengan dua fungsi, jika ada sisa makanan tidak langsung terbuang tetapi untuk pakan ayam, dan kita mendapatkan hasil berupa telur ayam. Ayam-ayam itu tidak dilepas bebas tetapi dalam kandang , sehingga kotoran ayam terkumpul bersama daun–daun kering hasil menyapu halaman lama–kelamaan akan menjadi pupuk kandang. Secara tidak langsung kami sudah mempraktikkan memilah sampah dari rumah. tinggal sampah-sampah An Organik yang dibawa ke bank Sampah dikampung.

Pada saat kami berkumpul ngobrol bersama , banyak hal kami ceritakan. Mengenang waktu kami kecil bersama, mandi disungai, harus mencari kayu bakar dan lain sebagainya. Juga tentang kegigihan orangtua dalam berusaha membersarkan dan mendidik kami anak-anaknya. Saat awal orangtua membeli tanah yang sekarang kami tempati, berisi beberapa pohon kelapa yang diambil niranya untuk membuat gula jawa/ gula merah. Juga dua pohon rambutan yang cukup besar, pada saat berbuah dapat menghasilkan uang. Pohon rambutan itu pada akhirnya dipotong kemudian kayunya dimanfaatkan untuk membuat kusen pintu dan jendela yang sampai saat ini belum pernah diganti. Kemudian almarhum bapak menggantinya dengan pohon rambutan disisi yang berbeda untuk mengganti pohon yang sudah ditebang. Demikian pula adik saya juga menanam dengan jenis yang berbeda. Saat sekarang masih ada tiga batang pohon rambutan yang saat ini masih menunjukkan bunganya.

Tampak Depan Omah Desa

Karena rasa penasaran terpancing apa yang disampaikan adik bungsu, bahwa dilahan rumah ini ada sekitar 35 jenis tanaman baik yang berbuah ataupun tanaman keras. Hari itu, Ahad 13 Oktober 2024, saya berusaha mengelilingi kebun, atau kebon untuk membuktikan dan mencatat jenis tanaman yang ada. Dari sisi sebelah barat rumah saya temukan ada pohon Sawo Kecik Manila hidup berdampingan bunga Anggrek jenis Dendrobium aphyllum, pohon Manggis, pohon Blimbing Demak , pohon Rambutan. Kemudian ada pohon Langsep ( keluarga Duku, Langsep, Kokosan), jeruk Sunkis dan jeruk Nipis bersisihan, juga pohon Salam. Pohon Durian masih berusia beberapa bulan, juga mencoba menanam Kopi ada dua tiga batang masih sangat muda. Disisi barat rumah juga tumbuh dua batang pohon Kelapa, satu berjenis Genjah dan yang lain berjenis Gading, kelapa ini hanya diambil kelapa mudanya saja(Degan) jarang sampai tua atau kering kulitnya. Pohon Jambu juga tumbuh disini hidup berdampingan dengan bunga Anggrek Cattleya dengan bunganya Ungu yang cantik. Diantara pepohonan buah yang ada disisi ini juga ditanam pohon Palm, ada Simbar Menjangan, juga tumbuh bunga yang indah tetapi saya tidak menahu apa namanya. Pagar kebun, pagar rumah tidak berupa bangunan tetapi tumbuh pohon teh–tehan disebutnya.

Bergeser kedepan rumah akan kita temukan, pohon Jambu yang ditempel bunga Anggrek, pohon Rambutan bersama Anggrek Bulan dan Anggrek Merpati. Pohon pisang Kluthuk yang dibutuhkan daunnya bersisihan dengan pohon pisang Kepok di daerah Pekalongan disebut dengan pisang Saba. Disini tumbuh pohon jeruk Limau bersisihan dengan jeruk Purut atau jeruk Wangi pelengkap bumbu pecel, juga ada pohon So penghasil buah Melinjo. Tebu Wulung juga ada, seringkali menjadi tujuan warga sekitar yang akan menyelenggarakan acara tujuh bulanan biasanya ijin meminta. Pohon Markisa merambat didekat pohon So, pagar depan rumah ditanami pohon Beluntas yang enak disantap sebagai Lalapan, dapat juga dicampur dengan potongan kacang panjang ditambah taoge pendek berbumbu kelapa menjadi olahan Trancam bukan terancam yang enak untuk lauk bersarap bersama ikan asin.

Pohon Kelapa Gading

Disisi timur rumah ada dua batang pohon Jati yang sudah cukup berumur, juga rumpun pisan Kluthuk tumbuh disini. Tidak ketinggalan pohon Belimbing Wuluh, yg dikurung dengan ram kawat, karena ternyata juga banyak tangan terampil yang setiap kali lewat tidak sekedar mengambil nuahnya tetapi seringkali menarik batangnya. Kemudian ada juga pohon Alpokat berdekatan dengan pohon Belimbing Wuluh, karena pohonnya menjulang tinggi jadi aman dari gangguan. Pohon Klengkeng, pohon Nangka juga pisang Kepok ada disisi belakang rumah, satu pohon Rambutan juga ada disini. disamping itu adik memanfaatkan pupuk hasil kandang ayam untuk menanam Ubi dengan teknik menggunakan karung seperti yang pernah dilihat di Youtube, karena pupuknya alami, tanaman ubipun tumbuh subur daunnya menghijau lebat. Tanaman merambat Uwi dan Gembili juga masih lestari dikebun ini. Bulan Juni-Juli adalah waktu panen Uwi dan Gembili. Daun Cincau masih dilestarikan, sering kali saat kami berkumpul kita petik kemudian dibuat minuman segar dicampur kelapa muda. Semuanya alami hasil dari kebun sendiri. Dapat dikatakan tumbuhan dikebun peninggalan orangtu komplit, dari tanaman keras, pohon buah-buahan, tanaman hias adik yang telaten menanam, juga bumbu dapur ada disini. Dari daun Salam, Kencur, Jahe, Sere atau Kamijoro, Lengkuas, Cabe, Kunyit semua ada. Sementara kami bertinggal dikota Pekalongan tanpa latar( halaman ) depan maupun latar( halaman) belakang. Lahan hanya pas untuk rumah tipe 36. Bagaimana dengan bapak ibu sahabat IRotizen, semoga masih mempunyai lahan yang luas, penuh pepohonan .

Pekalongan, 18 Oktober 2024.

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?