Endang Supriyati, pembelajar kota Pekalongan

Tangkahan CRU Part 2. 

Hari Senin 28 Februari 2022 adalah hari libur nasional, sehingga pihak pengelola Tangkahan CRU menawarkan penginapan. Kami tidak berencana untuk menginap, sama sekali tidak terpikir lokasi Ekowisata Tangkahan susah untuk dijangkau. Dalam rencana, Medan-Tangkahan dapat ditempuh pulang pergi selama enam jam, secara teori dapat dicapai.  Menurut informasi hasil brouwsing di google, Tangkahan CRU tiga jam dari Medan. Sehingga berangkat pukul 9.30, masih cukup waktu untuk dapat menyaksikan gajah mandi pada pukul 16.00.

Untuk dapat menyaksikan gajah mandi ataupun ikut memandikan gajah kami harus membeli voucher seharga Rp 100.000,-/pengunjung. Bersama tour guide lokal kami menuju ke Pusat Latihan Satwa Khusus Gajah Sumatra. Menaik kearah hutan sekitar 800 meter dari area parkir loket masuk. Sampai dilokasi ternyata sudah banyak pengunjung yang menunggu gajah mandi. Rombongan anak muda, juga keluarga beserta anak anaknya. 

Tour guide lokal dari desa Namo Sialang yang membersamai kami adalah bang Edi Kurniawan Sinulingga, atau dipanggil juga bang Edi Kanaka Sinulingga serta bang Danu Sinulingga. Dari mereka berdua kami mendapatkan banyak penjelasan terkait kawasan Ekowisata Tangkahan. Untuk menyaksikan lebih dekat gajah gajah liar yang sudah terlatih, serta  ikut memandikan gajah, kami harus meniti jembatan gantung Nini Galang. Jembatan ini merupakan jembatan gantung pengganti jembatan lama yang putus, baru diresmikan pada tanggal 15 Februari 2019 oleh Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem bapak Ir. Wiratno M. Sc. Nini Galang Brigde membentang sepanjang 50 meter dengan ketinggian 50 meter diatas Sungai Batang Serangan, penjelasan bang Edi. 

Nini Galang adalah bahasa Karo, artinya Datuk Besar. Konon katanya dahulu orang Karo tidak boleh menyebut gajah saja, tetapi harus memanggil dengan sebutan yang sopan. Nah sebutan yang sopan itu adalah Nini Galang, Datuk Besar. Beruntung kami bertemu dengan tour guide lokal yang ramah, mau menjelaskan semua hal yang kami tanyakan. Termasuk informasi terkait banyak hal yang dapat pengunjung lakukan, apalagi jika pengunjung menginap di Namo Sialang Tangkahan. Banyak sekali aktivitas yang dapat dilakukan apabila pengunjung menginap. Dengan harga paket masing masing, antara lain harga paket Rp 400.000,-/orang. 

Sambil menunggu gajah-gajah muncul dari hutan Tangkahan kami lanjutan berbincang dengan bang Sinulingga. Aktivitas yang dapat dilakukan antara lain camping, tubbing di Sungai Batang Serangan, mandi di air terjun, tracking hutan dengan menunggang gajah ataupun tracking hutan dengan jalan kaki. Bagi petualang, pecinta alam sangat menantang. Tetapi jujur saya takut masuk hutan Muara Sungai Batang Serangan di Tanjungpura.

Beberapa saat menunggu kedatangan gajah-gajah bersama Mahautnya masing masing dari hutan. Terlihat induk gajah Sari bersama bayi gajah Boni, gajah dipusat latihan satwa dengan namanya masing-masing. Kemudian ada gajah bernama panggilan Beti. Induk gajah Sari berumur 40 tahun, bayi gajah Boni sembilan bulan. Tour guide mengingatkan jangan terlalu dekat dengan Boni, dia akan menendangkan kakinya, karena merasa bahwa diajak bermain. Kemudian disusul kedatangan gajah-gajah yang lain, karena pukul 16.00, waktu gajah-gajah tersebut dimandikan. Sebelum diberi makan rumput disore hari kemudian dikandangkan, serta para Mahout istirahat pulang kerumah masing-masing. 

Gajah gajah di CRU Tangkahan, dimandikan dua kali sehari pagi dan sore. Setelah dimandikan pagi hari, bersama Mahout dibawa masuk hutan, baik untuk kegiatan pengunjung yang ingin menjelajah hutan ataupun aktifitas gajah sehari-hari. Sang Mahout pun seharian dihutan bersama gajah yang menjadi tanggung jawabnya. Kemudian sore hari sekitar pukul 16.00, keluar hutan dimandikan, baru masuk kandang. Gajah paling ganteng adalah Theo, gajah jantan paling besar serta bergading panjang. Sangat menurut apapun instruksi Mahout pendampingnya. Gajah jantan remaja, terlihat dari gading gajah masih pendek. 

Ritual gajah mandi sekitar satu jam, kemudian dilanjutkan sesi foto bersama pengunjung. Sambil memberikan makan camilan berupa pisang mentah dan tebu untuk bayi gajah. Gajah-gajah akan menjulurkan belalai kearah pengunjung yang membawa makanan. Kita dapat mengulurkan makanan ke belalai gajah atau ke mulut gajah. Dengan instruksi Mahout gajah akan membuka mulut dengan mengangkat belalainya,  tinggal kita suapkan pisang ke mulutnya. Ada rasa agak takut juga memberi makan gajah baik melalui belalai maupun mulutnya. Walau sudah diyakinkan para Mahout bahwa gajah gajah itu sudah jinak serta sudah terlatih. Sensasi tersendiri pada saat menyentuh kerasnya kulit Gajah.

Sungai Batang Serangan, airnya jernih, lingkungan bersih tidak terlihat tumpukan sampah baik botol ataupun plastik bekas minuman. Walaupun tetap ada saja pengunjung yang membuang sampah sembarangan, tetapi karena petugas kebersihan selalu sigap sehingga sampah tidak sampai menumpuk. Sebelum sesi foto bersama Gajah berakhir, hujan dengan intensitas sangat deras mengguyur. Semua pengunjung dihimbau untuk segera meninggalkan lokasi pinggir Sungai Batang Serangan, ditakutkan tiba-tiba air menaik. Hujan turun semakin deras serta tidak ada tempat untuk berteduh, karena berada dikawasan hutan. Kami segera menaik kemudian meniti jembatan Nini Galang untuk kembali ke posko.

Bang Sinulingga tur guide kami , kembali menanyakan apa tidak sebaiknya menginap saja karena hujan sangat deras biasanya diarea kebun terjadi banjir. Karena memang dari awal tidak ada rencana untuk menginap, sehingga kami tidak ada mempersiapan pakaian ganti dsb. Sementara baju yang kami pakai sudah basah kuyup. Jika memang tidak akan menginap maka disarankan untuk segera meninggalkan lokasi Tangkahan, sebelum keburu gelap, serta masih banyak teman, sesama pengunjung yang akan pulang karena tidak berencana menginap. Jangan sampai terjebak banjir diarea perkebunan. karena jika hujan sangat deras dapat dipastikan jalur jalan yang dilewati pengunjung akan terjadi genangan banjir.  Serta sebelum keluar dari area perkebunan masih banyak kawan , agar tidak tersesat didalam perkebunan sampai bertemu jalan raya kearah Stabat.

Pukul 17.30 kami keluar dari kawasan CRU Tangkahan dengan iringan hujan deras. Masih dapat melihat didepan sana ada mobil melintas dengan arah sama, sehingga ada rasa lega ada teman dalam perjalanan. Jarak semakin dekat dengan mobil didepan, ternyata menyalakan lampu rem , serta lama kelamaan berhenti. Karena harus melewati jembatan kecil , banyak mobil yang antri belum berani lewat karena  air cukup tinggi. Antrian semakin panjang, kemudian datang penduduk setempat memberikan pertolongan memandu kami untuk dapat melewati jembatan dengan air yang cukup tinggi. Masih banyak masyarakat yang baik hati , memberikan pertolongan tanpa berharap imbalan apapun. sehingga kami hanya mengucapkan terima kasih semoga Allah SWT yang akan membalas kebaikannya.

Setelah berjalan beberapa saat lamanya, kami ketemu dengan simpang yang menanjak, tetapi disitu sudah banyak mobil berhenti, kemudian kamipun berhenti tanpa menahu kenapa harus berhenti. Hari semakin sore, tetapi belum begitu gelap , kami hanya mengamati mobil mobil yang didepan, jika ada pergerakkan kita ikut bergerak . Apabila mobil didepan berhenti kamipun kembali berhenti , seakan tanpa pegangan hanya mengekor saja. Kalau harus minta bantuan kemana, sama sekali tidak ada akses untuk minta bantuan SOS pun susah dijangkau. Sesama pengunjung dalam situasi yang tidak nyaman serta sedikit kebingungan. Semua diam ditempat karena tidak seorangpun yang dapat ditanya. Sementara didepan sana terlihat air yang bergolak seakan menyeberang jalan, truk pengangkut sawitpun tidak berani melewatinya, apalagi kami semua hanya mobil mobil kecil.

Hari semakin sore, suasana lingkungan semakin gelap karena di perkebunan sama sekali tanpa penerangan jalan. Rasa ketakutan mulai muncul, semua mobil mematikan lampunya, jika ada sinar itu dari android masing-masing. Dada mulai terasa sesak karena gelap, detak jantung semakin berpacu. Ini masih gelapnya dunia saja, ketakutan luar biasa. Kalau mau putar balik ke Tangkahan juga tidak yakin, karena jalur yang sudah kami lewati juga penuh genangan, airnya lumayan tinggi. Gelap semakin mencekam, ada rasa was-was jika melihat sinar lampu dari arah berlawanan, sehingga membuat dada ini semakin sesak. Kakungnya mas Akbar hanya berkomentar, kita anggap saja hari ini kita kemah di CRU Tangkahan. Waktu sholat Maghrib sudah berlalu, belum ada tanda-tanda datangnya pertolongan. Masuk waktu sholat Isya’, akhirnya kami lakukan sholat dengan bertayamum dengan situasi dan kondisi apa adanya, baju basah. Dingin semakin terasa disampig karena hujan belum reda, baju basah, serta dalam kondisi diam, juga cape. Kami berusaha untuk pasrah, jika memang harus bermalam dikegelapan perkebunan sawit di Namo Sialang Tangkahan.

Akhirnya karena kuasa Allah SWT, pertolonganpun datang. Sekitar pukul 21.30, datang seorang bapak berkendara mobil bak terbuka entah penduduk Namo Sialang atau dari kampung sebelah kami tidak menahu. Hanya bapak itu menyampaikan “silakan ikuti saya kita cari jalan lain”. kami semuapun putar balik mengikuti bapak berkendara mobil bak terbuka sebagai pemandu. Kondisi jalan yang kami lewati rusak dan berlumpur, sementara kami harus berpacu mengikuti mobil yang ada didepan jika tidak ingin ketinggalan lacak. Kadang juga agak tertinggal, jalur yang diambilpun beda dengan jalur pada saat kami datang. Melewati sebuah perkampungan dengan kondisi jalan sempit, menaik, menurun kadang juga membelok tajam. Bersyukur mbak Rizky sudah cukup teruji dalam berkendara, untuk jalan rusak, susah dilewatipun dia mampu melakukannya.

Setelah sampai di kampung sebelah bapak bermobil bak terbuka berhenti, kemudian kami semua melanjutkan perjalanan tanpa sempat berterima kasih hanya bunya klakson saja. Karena jika sampai teringgal dari mobil yang ada didepan akan semakin repot, karena memang jalan berbeda serta kami berada paling belakang. Sampai saat inipun kami tidak menahu siapa bapak baik hati yang sudah memandu kami pengunjung CRU Tangkahan dapat keluar dari perkebunan sawit.  Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan serta keikhlasan warga Namo Sialang dan sekitarnya dengan balasan yang lebih baik. 

Mbak Rizky berusaha selalu menempel mobil didepan karena kami takut juga kehilangan arah, tetapi ternyata mobil didepan tidak dapat mengikuti mobil terdahulu sehingga sering ketinggalan. Kalau sudah bertemu simpang ragu-ragu kemudian berhenti, hal ini semakin menjauhkan jarak dengan mobil terdahulu. Mbak Rizky berusaha mendahului mobil itu, kemudian agak sedikit tancap gas mengejar mobil yang sudah lebih dahulu. Karena memang kami tidak menahu jalan mana yang akan dilewati sehingga berusaha untuk mengikuti rombongan yang banyak. Akhirnya kamipun dapat menyusul mobil-mobil terdahulu, yang hampir semua drivernya laki-laki, kecuali mobil kami drivernya mbak Rizky super girl, super keren. Seperti konvoi mobil, kami beriringan sampai bertemu simpang kearah Stabat. 

Hanya ungkapan rasa syukur Alhamdulillah dengan tidak terasa bersama tetesan air mata, kami sudah keluar dari area kebun sawit. Sudah masuk jalan raya arah ke Stabat. SPBU menjadi target sasaran, ternyata ada sekitar 10 mobil berhenti, kami mengantri di toilet. Sambil mengantri kami berbincang, ternyata mereka sesama pengunjung yang terjebak  banjir diperkebunan sawit Namo Sialang Tangkahan. Sambil berkelakar gara-gara melihat Gajah mandi kita terjebak banjir. Mereka juga datang dari Medan, ada juga dari Binjai, juga dari kota lain di Sumatera Utara. Semoga suatu saat berkunjung ke Ekowisata Tangkahan, akses jalan sudah lebih baik sehingga tidak perlu berjam-jam melewati jalan rusak . Sayang sekali Ekowisata yang luar biasa, pemandangan hutan tropis yang sangat indah, sungai yang jernih, air terjun yang indah susah dijangkau. 

Keluar dari SPBU di Stabat kami melanjutkan perjalanan menuju Medan sudah hampir tengah malam, dengan kondisi sudah capai. Masuk toll Stabat tancap gas karena situasi sudah lengang, sehingga lalu lintas cukup sepi. Akhirnya sekitar pukul 01.00 dini hari, kami masuk Medan, keluar Amplas jalanan melambat. Ada apa rupanya tidak biasanya Medan macet, kata anak saya. Sudah capai mata cukup lelah terjebak macet. Ternyata jebakan banjir belum selesei, kami jalan melambat akhirnya sampai Afifah House, dan disekitar Afifah Hause nampak air menggenang. Rupanya Medan hujan deras sampai air tidak tertampung, sehingga sebagian masuk rumah tetangga. Petualangan seru yang memporak porandakan rasa.

Perjalanan indah di TNGL Sumatera Utara.

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
πŸ‘‹ Hi, how can I help?